mereka bilang aku plagiat

06.08


ini cerpen buatan saya asli lho.. tapi bukan berdasarkan pengalaman pribadi sih.. ^^
jadi jangan jadi plagiat yah...
silahkan membaca..



Sudah dua jam aku duduk dalam posisi seperti ini. Duduk diam memandang layar computer yang kosong. Tanpa  melakukan apa-apa. Dan tak tahu harus melakukan apa. Jari-jariku sudah siap pada keyboard computer. Dan progam Microsoft Word sudah terbuka. Tapi tak ada tulisan apapun dalam progam andalan “Bill Gates” itu. Padahal tugas cerpen ini harus dikumpulkan besok pagi. Dan aku belum menulis apapun. Belum pernah aku merasa se-hampa ini. Rasannya fikiranku sudah seperti blank document. Kosong. Tak ada kata. Tak ada ide. Dan tak ada inspirasi. Apa inspirasi sudah mulai enggan menemuiku?
Aku mulai pasrah. Kuletakkan wajahku di atas keyboard komputer, berusaha memejamkan mata. Barangkali dengan memejamkan mata aku bisa mendapat inspirasi. Belum pernah aku merasa bahwa inspirasi sepenting ini. Tuhan, tolong aku. Aku benar-benar butuh bantuanmu. Benda kecil bernama “modem” itu tergeletak malas tepat dihadapanku. Melambai-lambai padaku dan Membayangi sudut mataku. Ide itupun muncul. Jika inspirasi tak datang, maka aku yang akan mencarinnya. Di internet pasti banyak cerpen yang mungkin dengan membacannya aku bisa mendapat inspirasi. Dengan sigap, kumasukkan modem ke dalam port USB komputer. Kubuka progam Mozilla firefox dan mengetikkan kata kunci cerpen pada mesin pencari nomor satu di dunia, google. Dan semuannya bermunculan. Begitu banyak. Sehingga aku bingung harus mulai membaca darimana. Akhirnya, kuputuskan untuk membaca cerpen karangan siswi smp seusiaku bernama Eva meydina yang ditulis dalam blog pribadinnya. Setelah kubaca, walaupun baru beberapa bait, aku langsung jatuh cinta dan terlarut dalam kisah cerpen itu. Membuatku tergoda untuk mencontoh beberapa ide.
Awalnya aku hanya berniat untuk mencontoh idennya saja. Namun aku menyadari ini sudah terlalu larut malam untuk bisa menyelesaikan cerpenku ini. Aku juga sudah lelah dan mengantuk. ide buruk itu akhirnya muncul. Dengan cerpen sebagus ini,  aku pasti mendapatkan nilai di atas rata-rata, tanpa harus bekerja keras. Cerpen ini tidak terkenal. Tak kan ada yang mengetahui kalau aku menggunakan cerpen ini. Fikirku. Fikiran spontan ini benar-benar membutakanku. Aku dibutakan oleh kesenangan instan dan sementara. Jadi, tanpa berfikir panjang aku langsung meng-copy seluruh isi cerpen itu dalam progam microsoft wordku. Dan sebagai langkah terakhir. Kutuliskan namaku di lembaran paling atas. Semuannya selesai dengan cepat. Begitu mudah. Dan begitu meyakinkan
>>><<< 
Entah memang karena cuacannya yang sedang cerah atau apa. Pak rusli tak henti-hentinnya menyunggingkan senyum. Berdiri di depan kelas dengan pandangan menyapu seluruh isi kelas. “karya kalian benar-benar menakjubkan. Indah dan bewarna-warni.” Kata beliau dengan semangat sumpah pemuda. ”dan ada satu yang benar-benar baik. Terbaik di atas yang ter- ” Ucapan pak rusli terpotong. Karena setiap siswa,termasuk aku saling berbisik-bisik mengarahkan pandangan terhadap ifa. Ya, tentu saja ifa yang terbaik. Dia Murid terpintar dan terpandai di kelas Sembilan A. Semua siswa sudah menebak bahwa dia adalah anak yang dimaksudkan pak rusli. Tapi pak rusli belum selesai berbicara. Beliau meneruskan ucapannya yang terpotong “-baik. Saat membaca cerita ini (sambil melambaikan 3-4 lembar kertas) saya sampai mengeluarkan air mata. Ceritannya benar-benar menakjubkan dan mengandung makna yang dalam. Setiap kata dalam cerpen ini disusun dengan sebaik dan secermat mungkin. Belum lagi, amanat yang ingin disampaikan oleh pengarangnya, benar-benar mengena di hati pembacannya. kisah yang menyedihkan dan bermakna. Siapapun pengarang cerpen ini, merupakan calon penulis yang sangat berbakat. Benar-benar hebat.” Puji pak rusli habis-habisan. Pujiannya itu membuat setiap siswa penasaran, siapakah yang berhasil dipuji seperti itu oleh pak rusli. Benarkah itu Ifa?
Pak Rusli tersenyum melihat raut penasaran pada wajah kami.“benar-benar tidak disangka dan saya tidak pernah menebaknya. Saya merasa sangat beruntung, bahwa saya adalah guru pertama yang menyadari bakat terpendam anak ini. Anak ini sekarang berada dalam kelas ini, duduk di bangku nomor dua dari belakang.” Seketika itu berpasang-pasang mata memandang bangku yang kududuki. Apakah?
“ya, benar, dia adalah Lyra Rastika Anjani Putri” tambah beliau. “Lyra, tolong bacakan cerpen buatanmu ini ke depan kelas. Agar temanmu tahu seberapa bagus karyamu ini.” Aku tertegun dengan permintaan pak Rusli. Sebenarnya Permintaan pak Rusli sangat sederhana. Tapi aku takut, jika aku membacakannya, akan ada yang menyadari. Dan aku tak punya pilihan lain untuk menolak permintaan itu. Mau tak mau aku maju ke depan kelas. Berdiri dihadapan seluruh siswa. Bersiap untuk membaca karya yang mereka kira karyaku. aku sudah berjalan sejauh ini. Aku tak bisa mundur sekarang. Aku mulai membaca.
“...malam begitu pekat. Membuatku tak bisa melihatmu dalam dekapan bintang-bintang. Kau terlalu jauh untuk kugapai. Bahkan melihatmupun sekarang aku tak mampu. Karena malam sudah tidak memihakku lagi. Mereka lebih memihakmu...” kalimat terakhirku terpotong. di sudut kelas aku melihat Ifa berdiri dengan mulut membuka siap berbicara seperti serigala yang siap menerkamku. “aku pernah membaca cerpen seperti itu.” teriaknya sambil menunjuk naskah cerpen yang kupegang. Tubuhku bergetar hebat. Apa dia mengetahuinnya?. Selesai sudah.
“ifa,”  bentak pak Rusli. “sungguh pak, saya pernah membaca cerpen seperti itu. Entah dimana“. aku melihat pak rusli melototkan matannya pada ifa. Belum pernah aku melihat seorang guru melototkan mata pada murid berprestasi smp kami ini. Tapi ini baru saja terjadi. Dihadapanku. Dan itu Karena aku. Di sudut hatiku yang dalam, aku merasa bersalah pada Ifa. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. “teruskan, Lyra.” Tambah pak rusli sambil melempar senyum padaku. Keberuntungan sedang berpihak padaku. Entah keberuntungan ini akan berlangsung berapa lama. Tapi aku tidak akan menyia-nyiakan keberuntunganku yang sekejap ini. Aku mengangguk pada pak rusli dan meneruskan membaca sambil sesekali melirik wajah ifa yang kaku tanpa ekspresi. Saat aku membaca bait  ketiga, aku melihat sesuatu yang lain di mata ifa. Ifa berdiri lagi. Kali ini dengan wajah penuh kemenangan. Matannya memandang jijik padaku. “Cerita berjudul sang malam karangan eva meydina. Apa aku salah,Lyra?” Ini benar-benar kiamat. Tudingan Ifa benar-benar tepat. Aku lupa bahwa ifa mengikuti ekstrakurikuler MADING yang artinya sering mencari cerpen di internet untuk dijadikan pembanding. Aku tak berfikir sejauh itu. Dan kecerobohanku ini membawa malapetaka besar untukku. Dalam pandangan tajam puluhan orang. Aku berdiri seperti terdakwa dengan ifa sebagai jaksa, pak Rusli sebagai hakimnya dan seluruh anak sebagai penontonnya. Aku benar-benar seperti koruptor yang tertangkap basah bersalah. Dan tak punya pembelaan apa-apa. aku merasa bahwa terdakwa lebih beruntung daripada aku. setidaknya mereka masih memiliki pengacara. Sedangkan aku?. Aku sendirian menghadapi tatapan tajam mereka. Dan aku tak punya pilihan selain mengucapkan kata “ya,”
Seketika dengungan panas itu mulai bermunculan. “plagiat”, “penipu”, berdesis-desis di telingaku.  aku tak peduli dengan ocehan mereka. Yang kukhawatirkan sekarang adalah bagaimana tanggapan pak Rusli terhadapku. Ku tatap pelan-pelan wajah pak Rusli, matannya terpejam. beliau menggelengkan kepalannya. “maafkan saya pak, saya benar-benar khilaf” ucapku pelan. hanya itu yang bisa kukatakan. Berharap itu cukup. Tapi Situasi sedang tidak memihakku. “Lyra,” panggilnya pelan. “ya, pak” jawabku penuh harap. “kamu jangan pernah mengikuti pelajaran saya lagi. Jangan pernah.” Dan semuannya berubah menjadi gelap.
>>><<< 
Aku terjatuh. Dan ada yang menindihku. Terbuat dari kayu dengan tekstur kulit yang aku kenali sebagai kayu jati. Seperti kursi yang sering kududuki. Benda itu menindihku dan menekanku semakin dalam ke lantai dingin yang tak berlapiskan apa-apa. Dingin. Benar-benar dingin. Aku sudah tak tahan berada dalam posisi seperti ini. Aku ingin segera bangun. Kubuka mataku dan menyesuaikannya dengan cahaya sekitar. Aku mengenal situasi seperti ini. Lantai yang tak berlapiskan apa-apa. Kursi yang terbuat dari kayu jati dengan lengan kursi sedikit melesak. Suara jam yang berdentang mungil. Dan Cahaya lampu yang menyala lemah. Aku benar-benar mengenal tempat ini. Aku semakin bersemangat untuk bangun. Ku tegakkan posisiku. Melihat ruangan yang kupikir sangat kukenali. Komputer yang menyala di atas meja dengan mouse yang berkedip-kedip lemah. Jam dinding yang tergeletak malas di atas pintu. Seragam yang berantakan di atas ranjang. Ruangan ini. Ruangan berantakan ini. Benar-benar sangat kukenal. Ini kamarku. Entah mengapa aku merasakan kerinduan yang mendalam pada ruangan ini. Apa kejadian plagiat itu mimpi?
Aku memperbaiki posisi kursiku seperti sebelum aku tidur tadi.  Memastikan Microsoft wordku masih kosong. Dan ternyata benar. Masih kosong, tanpa tulisan apapun. Jadi ini benar-benar mimpi? Aku Ingin berteriak sekencang-kencangnya karena senang. Tapi ini sudah larut malam. Tetangga pasti akan menelanku bulat-bulat jika aku berteriak di waktu selarut ini. Jadi, kuurungkan niatku untuk berteriak. Aku tak menyangka bahwa dengan menyadari semua kejadian tadi hanyalah mimpi, mampu membuatku begitu senang.
Dan Kali ini aku menghadapi kejadian seperti tadi. Aku menghadapi komputerku lagi. Siap untuk berperang. Tapi perbedaannya adalah sekarang aku sudah tahu apa yang ingin ku tulis. Jari-jemariku mulai menari cepat di atas keyboard.  Menuliskan semua kata yang tiba-tiba muncul dalam fikiranku. Aku tak peduli lagi bagaimana tanggapan pak Rusli nanti. Yang jelas cerpen ini karanganku sendiri. Sebagai langkah terakhir aku menuliskan judul dan namaku di sisi atas lembar kerja Microsoft word. Sama seperti mimpiku. Tapi kali ini dengan penuh percaya diri dan rasa bangga.
 _Selesai_

gimana udah selesai bacannya??
bagus nggak??
kalau jelek ya maklum lah, masih pemula.
kalau bisa kasih masukan n komentar yah..
yang membangun pastinnya. 

You Might Also Like

0 comments