My Story Project : Bersinarlah Mentari!!!

01.37

 Bersinarlah, Mentari!

 Namannya Mentari, gadis kecil yang baru berusia 12 tahun yang tiap hari menjajakan payung di ibu kota. Bila pada usia seperti itu teman seusiannya masih mengumpulkan snack,maka Mentari  berbeda.  Tiap hari dia berdiri di depan stasiun membawa dua payung biru berukuran besar untuk ditawarkan pada penumpang yang kehujanan. Mengumpulkan sekeping dua keping koin yang akan membantu untuk menjalani hidupnya. Tak ada yang tau bahwa dulu mentari kaya raya. ayah ibunnya merupakan pengusaha sukses, sebelum akhirnya perusahaan mereka jatuh tersungkur karena bangkrut dan mereka berdua  meninggal karena kecelakaan. Hal itu membuat kehidupan Mentari berubah 180 derajat. Dalam keadaan seperti itu Mentari juga harus menjaga adiknya, bintang.

Tiap hari, baik pagi buta maupun malam pekat Mentari tak henti-hentinnya menunggu pelanggan yang akan meminta jasa payungnya itu. Bila bukan musim penghujan , bukannya berhenti, Mentari akan mencari pekerjaan lain baik itu menjajakan koran pagi di perempatan lampu merah, baik itu menjajakan minuman di stasiun, baik itu menyemir sepatu, semuannya ia lakukan. Dalam usia seperti itu ia sudah menjadi dewasa.  Dewasa yang dipaksakan oleh keadaan.
Sore itu, penumpang stasiun sangat sepi, ketika Mentari hendak memutuskan untuk mencari tempat lain untuk menjajakan payungnya, seorang laki-laki tua memanggilnya. Dengan senyuman ringan, Mentari berlari berjingkat-jingkat membawa payung yang besarnya lebih besar dari tubuhnya. “Ojek payung?” tanyannya pada Mentari. Mentari mengangguk bersemangat dan menyerahkan payung yang paling besar pada lelaki tua. Mereka berjalan menyusuri jalan di depan stasiun, menyebrangi jalan raya yang becek dan dipenuhi dengan suara klakson mobil yang memekakkan telinga.
“Mau kemana pak?” tanya Mentari penasaran pada sang lelaki tua.
“halte di depan situ”  katannya.
Begitu sampai, Mentari menunggu lelaki tua itu menurunkan payungnya.  tapi lelaki tua itu hanya diam saja.  Dia menoleh pada mentari dan tersenyum ringan.
“Berapa ongkosnya biasannya?”
“1000-2000, tapi itu terserah bapak.  500 juga tidak apa-apa”jawab mentari
Lelaki tua itu tersenyum “Bagaimana kalau kuberikan uang 5000. tapi ada syaratnya, kamu harus menjadi teman bicaraku di halte ini untuk sementara. bagaimana?”
Mentari mengangguk setuju. lelaki tua itu tersenyum semakin lebar, dipersilahkannya Mentari duduk di sampingnya.
“Tenang saja,  aku tidak akan berbuat macam-macam padamu.  Aku hanya membutuhkan teman bicara agar aku tak mati kebosanan menunggu  bis.”  ditolehnya mentari, menunggu reaksi gadis kecil itu. tapi mentari diam saja, dia melamun memandang air hujan yang tak henti-hentinnya menetes dari pagi tadi. Lelaki tua itu tak kehabisan ide untuk mencairkan suasana diantara mereka. Dibukannya tas yang sedari tadi dipegangnya dan dikeluarkannya botol merah besar dari tasnya.
“Mau secangkir kopi?” tawar Lelaki tua sambil menuangkan kopi kedalam cangkir yang dikeluarkan dari tasnya.
“Paman juga membawa cangkir dalam tas ?” tanya Mentari polos.
Lelaki tua menganggguk “ Ya, Karena aku tidak bisa minum kopi selain dengan cangkir” jawab lelaki tua lancar.
Mentari mengangguk mengerti. “Apa paman sedang berpergian jauh?”
“Hmmm,,” serunnya sambil meminum kopi.  “Siapa namamu?” katannya sambil menoleh ke arah Mentari
“Mentari”
“Sekolah?”
“Tentu saja. meskipun penampilanku seperti pengemis, aku peringkat 2 di kelasku” jawab Mentari sambil membusungkan dadannya bangga.
“oh, betulkah? lalu kenapa bukan peringkat 1?”
 Mendengar pertanyaan lelaki tua, wajah Mentari langsung muram “Aku sudah berusaha keras agar dapat peringkat 1 supaya dapat beasiswa tambahan. Tapi...” Mentari menghela nafas  “Aku tetap tidak bisa mengalahkan siswa peringkat 1, Dia anak kaya, bukunnya banyak, dapat bimbingan belajar dari guru privat, dan lagi pula dia tidak bekerja” ujar mentari dengan sedih.
Lelaki tua memandang Mentari dengan rasa iba “Kamu marah pada keadaan yang menjadikanmu  seperti ini?”
Mentari menggeleng keras “Tidak ada yang bisa disalahkan.  jika aku menyalahkan keadaan maka aku menyalahkan hidupku seniri, dengan begitu tak ada jalan lain selain mati. sedangkan aku tidak ingin mati, tidak bisa tepatnya. karena aku harus melindungi bintang, adikku”
“Kenapa tidak salahkan saja pemerintah? biasannya orang akan menyalahkan pemerintah jika tidak mau menyalahkan keadaan.”
“Mentari bukan orang seperti itu “
“Lalu, kamu menggantungkan begitu saja pada takdir” tanya lelaki tua itu menyelidik.
“Tidak, Tapi Mentari menggantungkan hidup Mentari pada mimpi”
“Kau punya mimpi? apa mimpimu?” tanya lelaki tua penasaran
Ditanyai seperti itu,  Mentari tersenyum
“Tidak masalah akan menjadi apa Mentari nanti, yang terpenting Mentari bisa menjaga bintang, menjadi orang yang  sukses dan menjadi seperti matahari yang senantiasa menyinari kehidupan orang lain”
Lelaki tua tersenyum mendengarkan celoteh mentari, dikeluarkannya sebuah buku dan selembar amplop diatasnya. Tanpa disadari bis sudah datang, dengan terburu-buru lelaki tua memberikan buku tersebut pada mentari dan berpamitan padannya. dinaikinnya bus dan dilambaikan tangannya pada mentari. “Jaga buku itu baik-baik” Teriaknya kencang.
Bis sudah melaju kencang menjauh dari pandangan Mentari, dibukannya amplop pemberian lelaki tua dan Mentari hampir terlonjak kaget. Dalam amplop itu selain terdapat uang 5000 rupiah terdapat dua lembar surat yang bertuliskan beasiswa penuh pendidikan 12 tahun. Yang berarti Mentari dan adiknya bisa melanjutkan sekolah hingga S2 dan S1. Mentari terduduk lemas, dibukannya buku pemberian lelaki  tua di halaman terakhir, begitu membacannya mentari semakin lemas tak berdaya, nafasnya memburu karena tegang.

Apapun yang terjadi,  pertahankan impianmu. impian itu seperti akar pohon. Meskipun pohon tanpa daun, atau bahkan tanpa batang, asalkan akarnya kuat, pohon itu bisa tumbuh kembali. Jadi, apapun yang terjadi nanti, wujudkan impianmu. Aku akan senantiasa menunggu Mentari kecil akan menyinari dunia ini dengan sinar yang lebih terang. Aku harap kau menyimpan pesan dan buku ini, karena ini adalah pemberian pertama dari Presiden Republik Indonesia untuk Mentari.

You Might Also Like

0 comments